1. Landasan Yuridis
Secara konseptual, kurikulum
adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam
membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan
pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi
dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan
masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan
publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di
bidang pendidikan.
Landasan yuridis kurikulum adalah
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005,
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi.
2. Landasan Filosofis
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional). Untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi
peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka
pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa
masa kini, dan kehidupan bangsa di masa
mendatang. Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah
suatu proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang
budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji,
dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai
dengan zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang
budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan
intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu,
anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia.
Pendidikan juga harus memberikan
dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa
yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten
pendidikan yang mereka pelajari tidak
semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang
berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan
baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi
masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten
pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan
untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan
pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam.
Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna
yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan
dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan
masa kini. Peserta didik yang
mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari
pendidikan ketika mereka telah
menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara.
Atas dasar pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan
budaya dan kehidupan masa kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi
peserta didik menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia
telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari
sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi
Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik
untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota
masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di masa
mendatang.
3. Landasan Teoritis
Kurikulum dikembangkan atas dasar
teori pendidikan berdasarkan
standar dan teori pendidikan berbasis
kompetensi. Pendidikan berdasarkan
standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas
minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas
nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi
Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan
pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan
dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD,
SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga)
komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen
proses dan konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi. Komponen konten
adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari
pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan menunjukkan
gradasi antara satu satuan pendidikan
dengan satuan pendidikan di atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK,
SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan
seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk
melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang
bersangkutan berinteraksi. Kurikulum dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk
mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah
hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas yang
dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum berbasis kompetensi
adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun
penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan
pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL
dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan
sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses
(implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus
mengembangkan SKL menjadi konten
kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa
kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis,
konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit
organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten
spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu
sikap dan keterampilan. Secara langsung
mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk
dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum. Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan
rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga
kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses
pembelajaran.
Baca Juga
Pemahaman guru tentang kurikulum
akan menentukan rancangan guru (Rencana Program
Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan
ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran.
Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam
kegiatan pembelajaran dan menjadi
pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi
hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses
pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi
dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi
adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum
diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula
penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi.
Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang
dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi
adalah:
(1) Isi atau konten
kurikulum adalah kompetensi
yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke
dalam Kompetensi Dasar (KD).
(2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran
secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
(3) Kompetensi Dasar (KD)
merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran
di kelas tertentu.
(4) Penekanan kompetensi
ranah sikap, keterampilan kognitif,
keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan
mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan
sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
(5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi
bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based
curriculum” atau “content-based curriculum”.
(6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
(7) Proses pembelajaran
didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi
dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan
kognitif dan psikomotorik adalah
kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten
yang lebih sulit dikembangkan dan
memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
(8) Penilaian hasil belajar
mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera
diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi
pada tingkat memuaskan (Kriteria
Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).
4. Landasan Empiris
Pada saat ini perekonomian
Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%,
2008: 6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN
sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Paripurna
DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan
ekonomi ini harus terus dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha
yang tangguh, kreatif, ulet, jujur,
dan mandiri, sangat diperlukan
untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun
karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum
sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar
dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan
pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman
disintegrasi bangsa masih tetap ada.
Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu
menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri
sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai
satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini, kecenderungan
menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering
muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya
pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa
kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli
pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya
adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan
keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang
menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan
direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat
menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen masyarakat telah
memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa,
khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata
terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar
ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat
sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu
diarahkan kepada peningkatan 3
(tiga) kemampuan dasar, yakni
baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan
dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di
dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur
dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan.
Maka kurikulum harus mampu memandu upaya
karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik. Pada saat ini, upaya
pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara negatif
lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan
dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi
muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga
diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap
lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah
secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang
telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi
PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang
memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat
Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study)
menunjukkan siswa Indonesia berada pada
ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2)
teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan
pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan
perlu ada perubahan orientasi kurikulum
dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek
kemampuan esensial yang diperlukan semua
warga negara untuk berperanserta dalam membangun negara pada masa mendatang.
Post a Comment for "LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013"